quebec-oui.org – Timur Tengah terus mengalami ketegangan. Konflik terbaru antara Israel dan Hamas, penguasa Gaza, kini berisiko melibatkan Hizbullah, kelompok bersenjata dari Lebanon.
Sejak konflik Gaza pecah pada Oktober 2023, Hizbullah, yang didukung Iran, telah memulai serangannya terhadap Israel. Kelompok ini berjanji akan terus melakukan serangan hingga tercapainya gencatan senjata di Gaza.
Di bulan Juni, Hizbullah melakukan serangan skala besar terhadap beberapa kota dan lokasi militer di Israel menggunakan kombinasi roket dan drone. Serangan ini merupakan respons terhadap pembunuhan salah satu komandan senior mereka oleh Israel.
Baik Hamas maupun Hizbullah tercatat sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, dan beberapa negara lain, dengan kedua kelompok tersebut mendapat dukungan dari Iran dan memiliki pandangan yang sama terhadap Israel sebagai musuh.
Namun, berbeda dengan Hamas, Hizbullah telah berhasil mengukuhkan diri sebagai kekuatan politik yang signifikan di Lebanon. Di bawah kepemimpinan Sekretaris Jenderal Hassan Nasrallah, Hizbullah telah berkembang menjadi partai politik dengan pengaruh regional dan persenjataan yang lebih lengkap dibandingkan Hamas.
Julie M. Norman, profesor politik dan hubungan internasional di UCL, menyatakan dalam Newsweek, “Meskipun Hamas mendapatkan dukungan dana, senjata, dan pelatihan dari Iran, mereka tidak sepenuhnya dikontrol oleh Iran, berbeda dengan Hizbullah yang hampir seluruhnya bergantung pada dukungan dan arahan dari Iran.”
Dari segi armada, Hizbullah memiliki kesenjataan yang lebih maju dibandingkan Hamas. Dengan dukungan dana dan pasokan dari Teheran, Hizbullah memiliki arsenal yang mencakup roket, rudal, drone, dan senjata anti-kapal canggih, melampaui Hamas yang lebih terfokus pada rudal kecil dan bahan peledak.
Menurut perkiraan Israel, Hizbullah memiliki hingga 150.000 roket dan rudal, termasuk rudal Fateh-110 dan Zelzal-2 dari Iran, yang dapat menjangkau target di Israel dengan presisi tinggi jauh melampaui jumlah yang dimiliki Hamas.
“Kemampuan besar dan canggih dari arsenal Hizbullah ini berpotensi mengatasi sistem pertahanan udara Iron Dome milik Israel jika terjadi konflik besar,” menurut Newsweek.
Selain itu, Hizbullah juga mengoperasikan drone buatan Iran seperti Shahed 136 untuk operasi pengintaian dan serangan. Kelompok ini juga memiliki rudal anti-kapal Yakhont dari Rusia dan rudal Silkworm dari China yang dapat mencapai sekitar 186 mil, menambah kapasitas mereka dalam menghadapi superioritas udara Israel.
Dari segi personel, Nasrallah menyatakan memiliki 100.000 pejuang, lebih banyak dari Hamas. Seperti Hamas, Hizbullah juga telah mengembangkan jaringan terowongan luas di Lebanon Selatan, memberikan keuntungan strategis dan perlindungan dari serangan udara Israel.
Strategi militer Hizbullah meliputi penggunaan amunisi berpemandu presisi dan rudal berdaya ledak tinggi, yang menawarkan ancaman lebih besar terhadap sasaran tertentu dibandingkan dengan roket dan mortir yang digunakan oleh Hamas, seperti yang diuraikan oleh Newsweek.